Wieldha Coy
Tiada orang yang bisa meraih cita-citanya tanpa ada usaha yang maksimal

Kamis, 10 Desember 2009

adat istiadat



Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.
Norma tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh hukuman. Misalnya, bagi siswa yang terlambat dihukum tidak boleh masuk kelas, bagi siswa yang mencontek pada saat ulangan tidak boleh meneruskan ulangan.
Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar.



Tingkatan norma sosial

1.Cara (usage)
Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus.
Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti hewan.
2.Kebiasaan (Folkways)
Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar.
Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta.
3.Tata kelakuan (Mores) Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan.
Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.
4.Adat istiadat (Custom)
Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.

Macam norma sosial

Norma sosial di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi saling berhubungan antara satu aspek dengan aspek yang lainnya. Pembagian itu adalah sebagai berikut.

Norma agama


Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Contoh: Melakukan sembahyang kepada Tuhan, tidak berbohong, tidak boleh mencuri, dan lain sebagainya.

Norma kesusilaan

Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).
Contoh: Orang yang berhubungan intim di tempat umum akan dicap tidak susila,melecehkan wanita atau laki-laki di depan orang

Norma kesopanan

Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh: Tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan, tidak kencing di sembarang tempat.

Norma kebiasaan

Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin.
Contoh: Membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, bersalaman ketika bertemu.

jihad

JIHAD



A. Definisi Jihad

Jihad secara bahasa berarti mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuannya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Dan secara istilah syari’ah berarti seorang muslim mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuannya untuk memperjuangkan dan meneggakan Islam demi mencapai ridha Allah SWT. Oleh karena itu kata-kata jihad selalu diiringi dengan fi sabilillah untuk menunjukkan bahwa jihad yang dilakukan umat Islam harus sesuai dengan ajaran Islam agar mendapat keridhaan Allah SWT. Adapun urutan yang paling bawah dari jihad adalah ingkar hati, dan yang paling tinggi perang mengangkat senjata di jalan Allah. Di antara itu ada jihad lisan, pena, tangan dan berkata benar di hadapan penguasa tiran.

Dakwah tidak akan hidup kecuali dengan jihad, seberapa tinggi kedudukan dakwah dan cakupannya yang luas, maka jihad merupakan jalan satu-satunya yang mengiringinya. Firman Allah,” Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad” (QS Al-Hajj 78).


B. Tujuan Jihad

Jihad fi sabilillah disyari’atkan Allah SWT bertujuan agar syari’at Allah tegak di muka bumi dan dilaksanakan oleh manusia. Sehingga manusia mendapat rahmat dari ajaran Islam dan terbebas dari fitnah. Jihad fi sabilillah bukanlah tindakan balas dendam dan menzhalimi kaum yang lemah, tetapi sebaliknya untuk melindungi kaum yang lemah dan tertindas di muka bumi. Jihad juga bertujuan tidak semata-mata membunuh orang kafir dan melakukan teror terhadap mereka, karena Islam menghormati hak hidup setiap manusia. Tetapi jihad disyariatkan dalam Islam untuk menghentikan kezhaliman dan fitnah yang mengganggu kehidupan manusia.


C. Macam-Macam Jihad

Jihad fi Sabilillah untuk menegakkan ajaran Islam ada beberapa macam, yaitu:

  1. Jihad dengan lisan, yaitu menyampaikan, mengajarkan dan menda’wahkan ajaran Islam kepada manusia serta menjawab tuduhan sesat yang diarahkan pada Islam. Termasuk dalam jihad dengan lisan adalah, tabligh, ta’lim, da’wah, amar ma’ruf nahi mungkar dan aktifitas politik yang bertujuan menegakkan kalimat Allah.

  2. Jihad dengan harta, yaitu menginfakkan harta kekayaan di jalan Allah khususnya bagi perjuangan dan peperangan untuk menegakkan kalimat Allah serta menyiapkan keluarga mujahid yang ditinggal berjihad.

  3. Jihad dengan jiwa, yaitu memerangi orang kafir yang memerangi Islam dan umat Islam. Jihad ini biasa disebut dengan qital (berperang di jalan Allah). Dan ungkapan jihad yang dominan disebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah berarti berperang di jalan Allah.

D. Hukum Jihad Fi Sabilillah

Hukum Jihad fi sabilillah secara umum adalah Fardhu Kifayah, jika sebagian umat telah melaksanakannya dengan baik dan sempurna maka sebagian yang lain terbebas dari kewajiban tersebut.

Jihad berubah menjadi Fardhu ‘Ain jika:

1.Muslim yang telah mukallaf sudah memasuki medan perang, maka baginya fardhu

ain berjihad dan tidak boleh lari.

2.Musuh sudah datang ke wilayahnya, maka jihad menjadi fardhu ‘ain bagi seluruh

penduduk di daerah atau wilayah tersebut .

3.Jika pemimpin memerintahkan muslim yang mukallaf untuk berperang, maka

baginya merupakan fardhu ‘ain untuk berperang.

E. Pelaksanaan Jihad

Pelaksanaan Jihad dapat dirumuskan sebagai berikut:

  • Pada konteks diri pribadi - berusaha membersihkan pikiran dari pengaruh-pengaruh ajaran selain Allah dengan perjuangan spiritual di dalam diri, mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

  • Komunitas - Berusaha agar Din pada masyarakat sekitar maupun keluarga tetap tegak dengan dakwah dan membersihkan mereka dari kemusyrikan.

  • Kedaulatan - Berusaha menjaga eksistensi kedaulatan dari serangan luar, maupun pengkhianatan dari dalam agar ketertiban dan ketenangan beribadah pada rakyat di daulah tersebut tetap terjaga termasuk di dalamnya pelaksanaan Amar ma'ruf nahi munkar. Jihad ini hanya berlaku pada daulah yang menggunakan Din Islam secara menyeluruh (kaffah)


Kamis, 22 Oktober 2009

HARTA RAMPASAN PERANG

HARTA RAMPASAN PERANG

Salab
yaitu pakaian, alat senjata, alat kendaraan dan alat-alat lainnya yang ada di tangan tentara musuh ketika ia di bunuh atau di tangkap.

Ghanimah
Secara harfiah, ghanimah berarti sesuatu yang diperoleh seseorang melalui suatu usaha. Menurut istilah, ghanimah berarti harta yang diambil dari musuh Islam dengan cara perang. Bentuk-bentuk harta rampasan yang diambil tersebut bisa berupa harta bergerak, harta tidak bergerak, dan tawanan perang. Dilihat dari sejarah perang, kebiasaan ini telah dikenal sejak jaman sebelum Islam. Hasil peperangan yang diperoleh ini mereka bagi-bagikan kepada pasukan yang ikut perang tersebut, dengan bagian terbesar untuk pemimpin.
Haram hukumnya menjual ghanimah (harta rampasan perang) sebelum dibagikan. Sebabnya ada dua:
a. Yang berhak membagikan ghanimah adalah imam (pemimpin), tidak halal
bagi siapa pun mengambil sesuatu darinya. Jika ia mengambilnya lalu
menjualnya, maka perbuatan itu termasuk ghulul. Dan ghulul hukumnya
haram.
b. Karena belum ada kepemilikan sebelum dibagikan. Sebab sebelum
dibagikan, orang-orang yang berhak menerima ghanimah tidak
mengetahui bagian mana yang bakal diberikan kepadanya. Jika ia menjual
bagiannya sebelum dibagikan berarti ia telah menjual sesuatu yang majhul
(tidak diketahui barangnya), wallaahu a'lam.

Al fa’I atau upeti
Yaitu harta yang di dapat dari orang yang tidak beragama islam dengan jalan damai (tidak berperang), pajak, bea, harta orang murtad, hadiah, dan lain-lain.
ayat alqur'an surat al hasyr ayat 7 yang artinya:
7. apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.




Senin, 07 September 2009

JINAYAT(qishash,diyat,hudud,ta’zir,kafarat)

Ditulis oleh Faisal Abdi di/pada 8 November 2008



JINAYAT
 Jinayah menurut fuqaha' ialah perbuatan atau perilaku yang jahat yang dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi atau mencabul kehormatan jiwa atau tubuh badan seseorang yang lain dengan sengaja. Kesalahan-kesalahan yang melibatkan harta benda, akal fikiran dan sebagainya adalah termasuk dalam jinayah yang umum yang tertakluk di bawahnya semua kesalahan yang wajib dikenakan hukuman hudud, qisas, diyat atau ta`zir.
QISHASH
Menurut syaraĆ¢’ qishash ialah pembalasan yang serupa dengan perbuatan pembunuhan melukai merusakkan anggota badan/menghilangkan manfaatnya, sesuai pelangarannya. Qishash ada 2 macam :
a. Qishash jiwa, yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuhan.
b. Qishash anggota badan, yakni hukum qishash atau tindak pidana
melukai, merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaat anggota tubuh.
DIYAT 
Diyat ialah denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak dilakukan padanya hukuman bunuh.
Diyat ada dua macam :
a. Diyat Mughalazhah, yakni denda berat
b. Diyat Mukhaffafah, yakni denda ringan.
HUDUD
Hudud adalah bentuk jama’ dari kata had yang asal artinya sesuatu yang membatasi di antara dua benda. Menurut bahasa, kata had berarti al-man’u (cegahan) (Fiqhus Sunnah II: 302). Adapun menurut syar’i, hudud adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk
mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama.
TA’ZIR 
Penertian ta’zir adalah suatu jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir (selain had dan qishash), pelaksanaan hukuman ta’zir, baik yang jenis larangannya ditentukan oleh nas atau tidak, baik perbuatan itu menyangkut hak Allah atau hak perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa. Hukuman dalam jarimah ta’zir tidak ditentukan ukurannnya atau kadarnya, artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa). Dengan demikian, syari’ah mendelegasikan kepada hakim untuk menentukan bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah.
KAFARAT
Berasal dari kata dasar kafara (menutupi sesuatu). Artinya adalah denda yang wajib ditunaikan yang disebabkan oleh suatu perbuatan dosa, yang bertujuan menutup dosa tersebut sehingga tidak ada lagi pengaruh dosa yang diperbuat tersebut, baik di dunia maupun di akhirat. Kafarat merupakan salah satu hukuman yang dipaparkan secara terperinsi dalam syariat Islam. 
Ada bermacam-macam kafarat dalam Islam yang bentuknya berbeda sesuai dengan perbedaan pelanggaran (dosa) yang dilakukan. Perbuatan-perbuatan dosa yang dikenakan kaafarat tersebut antarta lain melanggar sumpah, melakukan jimak (hubungan suami istri) di siang hari pada bulan Ramadhan, men-zihar istri (seorang suami menyatakan bahwa punggung istrinya sama dengan punggung ibunya), dan mempergauli istri ketika sedang melaksanakan ihram di Makkah.


Jumat, 31 Juli 2009

ushul fiqih dan fiqih

Memahami Ushul Fiqih

Secara bahasa yang dimaksud dengan al-ashlu adalah sesuatu yang diatasnya dibangun sesuatu yang lain. Baik apakah bangunan tersebut sifatnya indrawi seperti pembangunan tembok diatas fondasi atau yang sifatnya pemikiran seperti membangun ma’lul (hukum yang terdapat ilat) berdasarkan illat dan (sesuatu) yang ditunjuk oleh suatu dalil. Maka ushul fiqh adalah kaidah-kaidah yang fiqh dibangun diatasnya. pengertian fiqh, secara bahasa, adalah faham. Pengertian seperti itu antara lain terdapat dalam firman-Nya Ta’ala :
"…kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu… " (TQS.Hud (11):91)
Sedangkan menurut istilah para ahli syariah yang dimaksud dengan fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syariah yang sifatnya oprasional yang diistimbathkan dari dalil-dalil yang sifatnya rinci. Dan yang dimaksud dengan ilmu tentang hukum-hukum, terkait dengan si alim terhadap fiqh tersebut, bukanlah sekedartahu, tapi pengetahuan yang memungkinkan dia memiliki otoritas atas hukum-hukum syara’ tersebut. Atau dengan kata lain bahwa pengetahuan dan pendalaman tersebut sampai pada level yang dapat mengantarkan si alim terhadap hukum-hukum tersebut memiliki otoritas atas hukum-hukum tersebut. Maka dengan sekedar adanya otoritas tersebut sudah cukup untuk menganggap siapa saja yang sampai pada level tersebut sebagai orang yang layak untuk disebut sebagai orang yang faqih, meski tidak meliputi semuanya. Namun merupakan keharusan baginya untuk memiliki pengetahuan atas hukum-hukum syara’ yang sifatnya cabang, meski secara global, berdasarkan proses kajian dan proses istidlal, dan pengetahuan atas satu atau dua hukum saja tidak disebut sebagai fiqh.
Demikian pula tidak disebut sebagai fiqh ilmu tentang macam-macam dalil yang dapat digunakan sebagai hujjah. Maka ketika aku menyebut fiqh, yang aku maksud adalah kumpulan hukum-hukum oprasional yang cabang sifatnya yang diistimbathkan dari dalil-dali yang bersifat rinci, dan ketika dikatakan bahwa ini adalah kitab fiqh, maka yang dimaksud adalah suatu buku yang didalamnya terkandung hukum-hukum oprasional yang bersifat cabang. Maka ketika dikatakan sebagai ilmu fiqh, yang dimaksud adalah kumpulan hukum-hukum yang sifatnya oprasional. Namun ini hanya khusus untuk hukum-hukum yang sifatnya oprasional. Karenanya secara istilah hukum-hukum cabang dalam masalah aqidah tidak disebut sebagai fiqh, sebab istilah fiqh memang khusus untuk hukum-hukum oprasional, cabang. Artinya (istilah fiqh hanya berkaitan) dengan hukum-hukum yang perbuatan itu dilakukan berdasar pada hukum-hukum tersebut, bukan masalah I’tiqad.
Ushul fiqh mencakup pula tatacara beristidlal, yaitu at-ta’adul dan tarajih terhadap dalil-dalil. Tapi ingat bahwa ijtihad dan tarjih diantara dalil-dalil itu tergantung pada pengetahuan atas dalil-dalil dan arah dalalah dari dalil-dalil tersebut. Karena itulah dua pembahasan ini: dalil-dalil dan arah dalalahnya, merupakan landasan ushul fiqh, disamping pembahasan hukum dan hal-hal yang berkaitan dengan hukum tersebut.
Maka ushul fiqh adalah dalil-dalil fiqh yang sifatnya global, tidak spesifik. Seperti mutlaknya perintah, larangan, perbuatan nabi, ijma’ shahabat serta qiyas. Dengan begitu dalil-dalil yang bersifat rinci tidak masuk dalam pembahasan ushul fiqh, misalnya firman Allah :
“…dan dirikanlah shalat…”(TQS An Nur (24):56)
“…dan janganlah kalian mendekati zina…”(TQS Al Isra'(17):32)
Ushul fiqh dibedakan dengan ilmu fiqh karena obyek fiqh adalah perbuatan orang-orang mukallaf , ditinjau dari bahwa perbuatan-perbuatan mukallaf ada yang halal dan haram, sah, batal dan fasad. Sedangkan ushul fiqh obyeknya adalah dalil-dalil sam’I, ditinjau dari sudut pandang bahwa dalil-dalil tersebut diistambathkan hukum-hukum syara’ artinya dari sisi penetapan oleh dalil-dalil tersebut atas hukum-hukum syara’. Maka menjadi keharusan untuk membahas hukum, dan hal-hal yang berkaitan dengannya, dari sisi penjelasan siapa yang memiliki otoritas mengeluarkan hukum, atau dengan kata lain siapa yang berhak mengeluarkan hukum, maksudnya al-hakim, dan dari sisi penjelasan untuk siapa hukum tersebut dikeluarkan, atau dengan kata lain siapa yang dibebani untuk melaksanakan hukum tersebut, mahkum alaihi, dan dari sisi penjelasan hukum itu sendiri, hukum itu apa dan hakikat hukum itu sebenarnya apa. Baru setelah itu diikuti dengan penjelasan dalil-dalil dan arah penunjukan dari dalil-dalil tersebut.
Diterjemahkan dari Kitab Asy Syakhshiyyah Islamiyyah Juz 3 Karya Syaikh Taqiyuddin An Nabahani